Snack Berbagi

“Alhamdulillah Ananda sudah hadir, ya.” Kak Wahyu menyambut Zafran dengan hangat.

Kemudian Zafran digiring ke sudut taman untuk cuci tangan dengan sabun.

“Ingat-ingat. Dua puluh detik ya. Basuh tangan dengan air mengalir. Kemudian gosok-gosok telapak tangan. Setelah itu gosok-gosok punggung tangan yang kiri terus yang kanan. Terus satukan jari-jari tangan dan diputar-putar pada telapak tangan. Jangan lupa gosok ibu jari yang kanan dan yang kiri.” Kak Wahyu telaten menginformasikan.

“Assalammualaikum.” Meimei mengucap salam sejak turun dari motor yang diantar kakaknya.

“Eh siapa yang datang, ya?” Bunda Ita segera menyusul.

“Cuci tangan dulu di pojok halaman. Terus nanti cek suhu tubuh dengan ini,” jelas Bunda Ita.

“Meimei tahu apa ini?” Bunda Ita menunjukkan sebuah alat mengukur suhu tubuh.

Meimei hanya menggeleng. Zafran dengan cekatan siap dicek suhunya.

“Eh, Zafran sudah cuci tangan, ya. Baiklah sekarang Bunda Ita cek ya,” kata Bunda Ita.

“Mana pungung tangannya. Tunjukkan kepada Bunda Ita,” pinta Bunda Ita.

Zafran kebingungan menunjukkan punggung tangan yang dimaksud. Zafran malah menunjukkan telapak tangan.

“Di balik, Nak. Itu kebalikan dari telapak tangan,” tegas Bunda Ita.

Zafran masih terlihat bingung. Kemudian Bunda Ita membalikkan tangan Zafran menghadap arah lantai.

“Nah ini yang benar, Nak. Sebentar ya. Biar Bunda Ita cek dulu punggung tangan Zafran.”

“Ini, lihat hasilnya. 36,2oC. Alhamdulillah normal. Nah sekarang bisa bergabung dengan yang lainnya. Ada Alika, ada Zahra juga.”

*****

“Ayo, kita kumpul yuk,” panggil Kak Wahyu.

“Jangan lupa duduk dalam lingkaran yang sudah Bunda Ita buat, ya.” Bunda Ita mengarahkan empat siswanya untuk duduk berjarak sesuai aturan social distancing yang diberlakukan pemerintah.

Ya, pilihan tatap muka terpaksa harus diupayakan pada siswa baru di kelas baru. Kelompok kecil dengan protocol ketat. Anak-anak dan gurunya memakai masker dan faceshield. Cuci tangan, memakai hand sanitizer, dan cek suhu tubuh dengan thermogun. Tidak lupa juga selalu berjarak. Jam belajar diperpendek. Belajar sosialisasi bersama teman kelompok kecil. Belajar yang tidak seperti biasa.

“Eh sekarang tiba giliran snack time. Jangan lupa ambil wadah makanan dari tas masing-masing.”

Sesaat kemudian.

“Yuk kita tepuk dulu. Tepuk satu, plok-plok. Tepuk dua, plok-plok. Tepuk tiga, plok-plok, Tepuk empat, plok-plok. Tepuk lima, plok-plok. Berbunyi semua, plok-plok. Ayo kawan duduk rapi sikapnya berdoa. Tangan kanan ke atas. Yang kiri menyusul. Turunkan ke depan, kita baca doa.” Kak Wahyu memimpin.

Bunda Ita melanjutkan, “Membaca doa makan dan minum.” Allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa ‘adzaabannar, ya Allah ya Tuhanku berikanlah keberkahan bagi rezeki yang telah Engkau berikan kepada kami dan jauhkan kami dari siksa api neraka, aamiin.”

Kemudian semua melafazkan doa makan dan minum.

Tiba-tiba, Zafran menghampiri Kak Wahyu. “Ini snack berbagi, Kak.”

“Terima kasih Zafran.” Kak Wahyu terharu.

“Ada lagi yang ingin memberikan snack berbaginya?” tanya Bunda Ita penuh semangat.

“Saya.” Zahra tidak mau ketinggalan.

“Alhamdulillah. Terima kasih, Zahra.” Bunda Ita menyambutnya.

“Yuk, kita makan bersama. Kita habiskan agar makanan kita bermanfaat bagi tubuh kita. Siapa yang memberi makanan pada kita?” tanya Kak Wahyu.

“Ayah dan bunda!” teriak anak-anak bersama.

“Lalu ayah dan bunda dapat makanan dari siapa?” Bunda Ita menimpali.

“Ayo Alika, dari siapa ayah dan bunda dapat makanan?” lanjut Bunda Ita.

Alika hanya diam. Masih focus dengan kamanan ringannya.

“Dari siapa Bunda?” tanya Zahra penasaran.

“Panjang kalau diruntut, Nak,” jawab Bunda Ita.

“Ya, Allahlah yang memberikan rezeki Ananda lewat ayah dan bunda melalui bekerjanya,” terang Kak Wahyu.

“Maka dari itu, kita harus selalu bersyukur atas segala kebaikan yang kita terima. Alhamdulillah Ananda masih memiliki ayah bunda. Ada loh, anak-anak lain yang tidak punya ayah dan bundanya,” lanjut Kak Wahyu.

 

Kang Yudha

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *