Frozen Shoulder
Selasa pagi, saya terpaksa menyambangi praktik refleksi Pak Tan. Memang Pak Tan sudah tidak beroperasi lagi. Faktor usia membatasi geraknya. Bersyukur Mas Dede, putranya meneruskan jejak ilmunya. Saya janjian dengan beliau. Berperawakan sedang tapi sangat jelas bertenaga, tentu setelah jemarinya mulai memijit telapak kaki dan tangan saya. Tidak dipungkiri rintihan hingga jeritan kesakitan terucap juga tanpa dikomandoi. Sakitnya minta ampun.
Diagnosanya frozen shoulder. Ada keterbatasan gerak pada bahu saya yang muncul beberapa bulan lalu. Sebab sepertinya diawali dengan nyeri sendi di lengan kiri hingga baru sadar sudah tiga-empat bulan bahu saya semakin linu jika digerakkan agak ke atas dan belakang punggung. Saya bertanya, mungkinlah akibat kecelakaan 16 tahun lalu, yang sekarang kambuh lagi karena jarang dirasa? Mas Dede hanya menjawab singkat dengan anggukan kecil dan perkataan “mungkin”. Tentu saya semakin penasaran apalagi saat keterampilan mengolah lengan dan bahu saya semakin ekstrim. Kali ini saya berteriak hingga telapak tangan saya tidak merasakan apapun alias baal. Saya panik.
Tiga detik kemudian tangan saya pulih seketika. Tidak terasa sakit yang menusuk di telapak kaki dan tangan. Termasuk lengan saya jadi enteng. Memakaikan kancing baju pun tidak lagi setengah mati sulitnya. Demikian juga menggaruk punggung yang tadinya berat nian. Kok bisa mas, saya bertanya dalam hati. Mas Dede menjawabnya untuk sementara saja. Hebat, dia bisa membaca pikiran saya. Di akhir refleksi, Mas Dede meminta saya datang paling tidak seminggu sekali. Saya pikir-pikir dulu, tidak tahan sama sakit yang mendera di ujung jarinya yang keras.
Kang Yudha
Sumber gambar: https://www.alodokter.com/frozen-shoulder